Kamis, 15 November 2012


BENARKAH BULAN MUHARRAM BULAN SIAL???
yyyuuuukkkk ,, kita cari tau sama-sama..

“ah sebaiknya acara hajatan pernikahan anak kita jangan pada bulan muharram(suro) ini pak,takut ada apa-apa,” ucap seorang istri kepada suaminya.


Begitulah saran dari seseorang yang belum tahu betul tentang seluk beluk Bulan Muharram ,padahal mereka belum mengetahui betapa mulianya bulan Muharram.
Ada yang beranggapan kalau bulan Muharram adalah bulan Sial.kebanyakan Dalam pandangan masyarakat Jawa, Muharram (Suro) merupakan bulan keramat. Sehingga sebagian dari mereka tidak berani untuk menyelenggarkan suatu acara terutama hajatan dan pernikahan. Bila tidak di-indah-kan akan menimbulkan petaka dan kesengsaraan bagi mempelai berdua dalam mengarungi bahtera kehidupan. Hal ini diakui oleh seorang tokoh keraton Solo. Bahkan katanya, “Pernah ada yang menyelenggarakan pernikahan di bulan Suro (Muharram), dan ternyata tertimpa musibah!”. Maka kita lihat, bulan ini sepi dari acara pernikahan dan hajatan.


Tapi itu tetap saja atas kehendak Allah SWT. Karena segala sesuatu tak lain yang mengendalikan hanya Allah SWT.


Padahal sebenarnya anggapan seperti itu akan berbuah adanya Nuansa Kesyirikan Yang Aneh. Selain itu, untuk memperoleh keselamatan, diadakan berbagai kegiatan “aneh”. Sebagian masyarakat mengadakan tirakatan pada malam 1 Suro , entah di tiap desa, atau tempat lain seperti puncak gunung, dst. Sebagiannya lagi mengadakan sadranan, berupa pembuatan nasi tumpeng yang dihiasi aneka lauk dan kembang lalu di larung (dihanyutkan) di laut selatan disertai kepala kerbau dengan keyakinan supaya sang ratu pantai selatan berkenan memberikan berkahnya dan tidak mengganggu.


Naudzubillah,, jangan sampai kita terjerumus oleh kesyirikan yang menyesatkan,,


Agar tidak terjerumus kedalam lembah syirik, mari kita cari tahu lebih banyak mengenai Bulan Muharram.
MUHARRAM DALAM PANDANGAN ISLAM


The First ,,
Dalam pandangan Islam,Muharram Adalah Bulan Yang Mulia.
Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu” (QS. At-Taubah : 36)


Imam At-Thabari berkata, “Bulan itu ada dua belas, 4 diantaranya merupakan bulan haram (mulia), dimana orang-orang jahiliyah dahulu mengagungkan dan memuliakannya. Mereka mengharamkan peperangan pada bulan tersebut. Sampai seandainya ada seseorang bertemu dengan orang yang membunuh ayahnya maka dia tidak akan menyerangnya. Bulan yang empat itu adalah Rajab Mudhor, dan tiga bulan berurutan, yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Dengan ini nyatalah khabar-khabar yang disabdakan oleh Rasulullah ”.
Kemudian At-Thabari meriwayatkan beberapa hadits, diantaranya hadits dari sahabat Abu Bakrah , yang diriwayatkan Imam Bukhari (no. 4662), Rasulullah bersabda, “Wahai manusia, sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana keadaan ketika Allah menciptakan langit dan bumi, dan sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ada dua belas bulan, diantaranya terdapat empat bulan haram, pertamanya adalah Rajab Mudhor, terletak antara Jumadal (akhir) dan Sya’ban, kemudian Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram” (Jami’ul Bayan 10/124-125)


Qotadah berkata, “Amalan shalih pada bulan haram pahalanya sangat agung dan perbuatan dhzalim di dalamnya merupakan kedhzaliman yang besar pula dibanding pada bulan selainnya, walaupun yang namanya kedhzaliman itu kapanpun merupakan dosa yang besar” (Ma’alimut Tanzil 4/44-45)


Nah,, Pada bulan Muharram ini terdapat hari yang pada hari itu terjadi peristiwa yang besar dan pertolongan yang begitu nyata, menangnya kebenaran mengalahkan kebathilan, dimana Allah Ta’ala telah menyelamatkan Nabi Musa ‘alaihis sallam dan kaumnya serta menenggelamkan Fir’aun dan kaumnya.
Hari tersebut mempunyai keutamaan yang agung dan kemuliaan yang abadi sejak dulu.Dia adalah hari kesepuluh yang dinamakan Asyura.


Yang kedua disini disyariatkan Puasa Asyura.
Berdasarkan hadits-hadist berikut ini. “Dahulu Rasulullah memerintahkan untuk berpuasa Asyura, tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, maka bagi siapa yang ingin berpuasa puasalah, dan siapa yang tidak ingin, tidak usah berpuasa” (HR. Bukhari no. 2001)
Allah tidak pernah mempersulit sesuatu bukan? Disinilah pokok penjelasannya,Tatkala ketika Nabi hijrah ke Madinah beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari itu, lalu beliau bertanya kepada mereka, “Kenapa kalian berpuasa?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya pada hari ini Allah Ta’ala telah menyelamatkan Musa dan kaumnya dan membinasakan Fir’aun beserta kaumnya. Dan Musa berpuasa pada harinya, maka kamipun berpuasa.” Kemudian beliau berkata, “Kami lebih berhak atas Musa daripada kalian.” (HR Bukhari no. 2004, Muslim no. 1130). Maka Nabi berpuasa pada hari itu dan memerintahkan untuk melakukan puasanya.


Yang ketiga, adapun Keutamaan Puasa Asyura.
Tatkala Ibnu Abbas ditanya tentang puasa Asyura, beliau menjawabnya, “Saya tidak mengetahui bahwa Rasulullah puasa pada hari yang paling dicari keutamaannya selain hari ini (Asyura) dan bulan Ramadhan” (HR. Bukhari no. 1902, Muslim no. 1132)
Puasa Asyura menghapus dosa setahun yang lalu, berdasarkan hadits berikut, “Rasulullah ditanya tentang puasa Asyura, jawab beliau , “Puasa Asyura menghapus dosa setahun yang lalu” (HR. Muslim no. 1162, Tirmidzi no. 752)
Subhanallah.. Allah selalu memberi yang terbaik untuk hambanya.tapi dengan syarat kita ikhlas melalukannya,Lillahi Ta’ala.


Yang keempat.Asyura Adalah Hari Ke-10.dari Ibnu Abbas , tatkala Rasulullah berpuasa Asyura dan memerintahkan untuk berpuasa, para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashara”, Maka beliau bersabda, “Tahun depan insya Allah kita akan berpuasa hari ke-9”. Ibnu Abbas berkata, “Tahun berikutnya belum datang Rasulullah keburu meninggal” (HR. Muslim no. 1134)


Imam Nawawi berkata, “Jumhur ulama salaf dan khalaf berpendapat bahwa hari Asyura adalah hari ke-10. Yang berpendapat demikian diantaranya adalah Sa’id bin Musayyib, Al-Hasan Al-Bashri, Malik bin Anas, Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Rahawaih dan banyak lagi. Pendapat ini sesuai dengan (dzahir) teks hadits dan tuntutan lafadznya”. (Syarah Shahih Muslim 9/205)


Hanya saja Rasulullah berniat untuk berpuasa hari ke-9 sebagai penyelisihan terhadap ahlul kitab, setelah dikhabarkan kepada beliau bahwa hari tersebut diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nashara. Oleh karena itu Imam Nawawi berkata, “ Imam Syafi’i dan para sahabatnya, Ahmad, Ishaq dan selainnya berpendapat ; Disunnahkan untuk berpuasa hari ke-9 dan ke-10 karena Nabi berpuasa hari ke-10 serta berniat untuk puasa hari ke-9. Sebagian Ulama berkata, “Barangkali sebab puasa hari ke-9 bersama hari ke-10 adalah agar tidak menyerupai orang-orang Yahudi jika hanya berpuasa hari kesepuluh saja. Dan dalam hadits tersebut memang terdapat indikasi ka arah itu” (Syarah Shahih Muslim 9/205)
Selain ada yang berpendapat seperti diatas, sebagian ulama berpendapat hendaknya berpuasa satu hari sebelum dan sesudahnya berdasarkan hadits. Rasulullah bersabda, “Berpuasalah hari Asyura dan berbedalah dengan orang Yahudi, (dengan) berpuasalah 1 hari sebelumnya dan sesudahnya” (HR. Ahmad no. 2155).


DAN YANG PERLU DIKETAHUI
Keyakinan bahwa bulan Muharram adalah bulan sial. Seperti yang dianut orang Jawa sebagaimana kami paparkan di atas, dalam pembahasan ilmu agama Islam biasa disebut dengan Tathayyur ( تَطَيُّرْ ) atau Thiyarah ( طِيَرَةٌ ) yakni suatu anggapan bahwa suatu keberuntungan atau kesialan itu didasarkan pada kejadian tertentu, waktu, atau tempat tertentu.


Orang-orang jahiliyyah dahulu meyakini bahwa Tathayyur ini dapat mendatangkan manfaat atau menghilangkan mudharat. Setelah Islam datang, keyakinan ini dikategorikan kedalam perbuatan syirik yang harus dijauhi. Dan Islam datang untuk memurnikan kembali keyakinan bahwa segala sesuatu itu terjadi atas kehendak Allah Ta’ala dan membebaskan hati ini dari ketergantungan kepada selain-Nya. Allah Ta’ala berfirman, “Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al A’raf: 131)


Maka, seseorang yang meyakini bahwa barangsiapa yang mengadakan acara pernikahan atau hajatan yang lain pada bulan Muharram itu akan ditimpa kesialan dan musibah, maka orang tersebut telah terjatuh ke dalam kesyirikan kepada Allah Ta’ala. Rasulullah mengkabarkan hal tersebut dalam sabdanya ,
الطِّـيَرَةُ شِـرْكٌ
Artinya: “Thiyarah itu adalah kesyirikan.” (HR. Ahmad dan At Tirmidzi)


Perlu diketahui bahwa perbuatan ini digolongkan ke dalam perbuatan syirik karena beberapa hal, yaitu:
a) Seseorang yang ber-thiyarah berarti dia meninggalkan tawakkalnya kepada Allah Ta’ala. Padahal tawakkal merupakan salah satu jenis ibadah yang Allah Ta’ala perintahkan kepada hamba-Nya. Segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, semuanya di bawah pengaturan dan kehendak-Nya. Keselamatan, kesenangan, musibah, dan bencana, semuanya datang dari Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Rabbku dan Rabbmu, tidak ada suatu makhluk pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya (menguasai sepenuhnya).” (QS. Hud: 56)


b) Seseorang yang bertathayyur berarti dia telah menggantungkan sesuatu kepada perkara yang tidak ada hakekatnya (tidak layak untuk dijadikan tempat bergantung). Ketika seseorang menggantungkan keselamatan atau kesialannya kepada bulan Muharram atau bulan-bulan yang lain, ketahuilah bahwa pada hakekatnya bulan Muharram itu tidak bisa mendatangkan manfaat atau menolak mudharat. Hanya Allah-lah satu-satunya tempat bergantung. Allah Ta’ala berfirman, “Allah adalah satu-satunya tempat bergantung.” (QS. Al Ikhlash: 2)


Orang yang ber-tathayyur tidaklah terlepas dari dua keadaan,
Pertama: meninggalkan semua perkara yang telah dia niatkan untuk dilakukan.
Kedua: melakukan apa yang dia niatkan namun di atas perasaan was-was dan khawatir.
Tidak diragukan lagi bahwa dua keadaan ini sama-sama mengurangi nilai tauhid yang ada pada dirinya.


Nah dari sini kita tahu bahwa, ibadah apa pun bentuknya adalah haram jika diperuntukkan kepada selain Allah Ta’ala. Dan tawakkal, istighatsah (minta keselamatan), isti’anah (minta pertolongan), takut dan mengharap adalah ibadah, dan yang lain sebagainya dari macam-macam ibadah semuanya hanya untuk Allah Ta’ala. Inilah prinsip tauhid, yaitu memurnikan ibadah hanya kepada Allah Ta’ala semata, yang menjadi landasan paling mendasar di dalam Islam. Barangsiapa yang melanggarnya maka ia jatuh ke dalam kesyirikan. Kecil atau besar-nya kesyirikan tersebut tergantung jenis pelanggarannya.


Dan sudah merupakan prinsip agama ini bahwa Allah Ta’ala adalah satu-satunya Dzat yang berhak di-ibadahi. Setiap peribadahan kepada selain Allah Ta’ala adalah ibadah yang batil dan pelakunya terancam kekal di neraka jahannam apabila tidak bertaubat dari perbuatannya. Allah Ta’ala berfirman,
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Rabb) yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar”. (QS. Al Hajj: 62)
Barangsiapa yang menyelewengkan ibadah tersebut untuk selain Allah, maka ia adalah musyrik dan kafir. Firman Allah Ta’ala, “Dan barangsiapa menyembah sesembahan yang lain di samping (menyembah) Allah, padahal tidak ada satu dalilpun baginya tentang itu, maka benar-benar balasannya ada pada Tuhannya. Sungguh tiada beruntung orang-orang kafir itu.” (QS. Al-Mu’minun: 117).


Dan Allah Ta’ala menjelaskan bahwa pelaku kesyirikan kekal di neraka jahannam pada ayat-Nya,“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun”. (QS. Al Maidah: 72)


Maka, apakah patut kita samakan kekuasaan Allah Ta’ala Yang Maha Esa dengan makhluk yang lemah? Apalagi dengan hewan, keris, akik, dan batu, yang merupakan benda mati? sudah sepatutnya bagi seorang muslim yang baik untuk mengisi bulan Muharram ini dengan amal shalih, dan menjalankan ibadah puasa Asyura.


Kesimpulannya, bahwa bulan Muharram atau dikenal dengan Suro merupakan bulan yang mulia. Maka tidak sepantasnya apabila kaum muslimin mempunyai anggapan miring terhadapnya, dengan menjadikan sebagai bulan keramat. Sehingga menyeret mereka jatuh ke lembah kesyirikan, dengan melakukan acara-acara yang merupakan cerminan dari keyakinan mereka yang keliru. Akibatnya dosa yang disandang semakin banyak karena dilakukan pada bulan yang mulia.


Wallahua’lamubisshowaab
sekian